MASIGNCLEAN101

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Perihal Kepalangmerahan

CGTREND: Isi teks UU Nomor 1 Tahun 2018 Lengkap.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2018

TENTANG

KEPALANGMERAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang:

a. bahwa aktivitas kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk membuat ketertiban dunia dan berkeadilan sosial;

b. bahwa untuk melaksanakan aktivitas kemanusiaan ncgara membentuk perhimpunan nasional yang memakai Lambang Kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal;

c. bahwa dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun l958 wacana Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem aturan nasional;

d. bahwa pengaturan mengenai Kepalangmerahan belum diatur dalam suatu Undang-Undang;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam abjad a, abjad b, abjad c, dan abjad d, perlu membentuk Undang-Undang wacana Kepalangmerahan;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:


Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG KEPALANGMERAHAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kepalangmerahan ialah hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas kemanusiaan, lambang palang merah, atau hal lain yang diatur berdasarkan konvensi.
2. Konvensi ialah Konvensi Jenewa Tahun 1949 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 wacana lkut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.
3. Lambang Kepalangmerahan ialah simbol Kepalangmerahan yang terdiri atas lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah yang dilindungi berdasarkan Konvensi.
4. Palang Merah indonesia yang selanjutnya disingkat PMI ialah perhimpunan nasional yang berdiri atas asas perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan, dan paham politik.
5. Kegiatan Kemanusiaan ialah aktivitas yang bersifat meringankan penderitaan sesama insan yang dengan tidak membedakan agama atau kepercayaan, kriteria suku, jenis kelamin, kedudukan sosial, atau lain yang serupa.
6. Konflik Bersenjata ialah perang yang didahului oleh pernyataan dari suatu negara atau suatu sengketa antarnegara yang disertai pengerahan angkatan bersenjata negara.
7. Tanda Pelindung ialah lambang palang merah yang dipakai sebagai pelindung dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan.
8. Tanda Pengenal ialah lambang palang merah yang dipakai sebagai pengenal untuk memperlihatkan ciri dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan.
9. Setiap Orang ialah orang perseorangan atau korporasi.
10. Pemerintah Pusat ialah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wapres dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Pemda ialah kepala kawasan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang rnernimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kawasan otonom.


BAB II
PENYELENGGARAAN KEPALANGMERAHAN

Pasal 2
Penyelenggaraan Kepalangmerahan dilakukan oleh:
a.pemerintah; dan
b.PMI.

Pasal 3
Penyelenggaraan Kepalangmerahan dilakukan dalam:
a.masa damai; dan
b.masa Konflik Bersenjata.

Pasal 4
Penyelenggaraan Kepalangmerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a.kemanusiaan;
b.kesamaan;
c.kenetralan;
d.kemandirian;
e.kesukarelaan;
f.kesatuan; dan
g.kesemestaan.

Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Kepalangmerahan sebagaimana dimaksud daiam Pasal 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
BENTUK DAN PENGGUNAAN LAMBANG PALANG MERAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6
Negara Indonesia memakai lambang palang merah sebagai Lambang Kepalangmerahan.

Pasal 7
Dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan, lambang palang merah berfungsi sebagai:
a.Tanda Pelindung; dan
b.Tanda Pengenal.

Pasal 8
Lambang palang merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 abjad b harus berukuran lebih kecil daripada lambang palang merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 abjad a.

Bagian Kedua
Bentuk

Pasal 9
(1)Lambang palang merah ebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berbentuk:
a.gambar palang dengan ketentuan panjang palang horizontal dan panjang palang vertikal berukuran sama berwarna merah di atas dasar putih; dan/atau
b.kata-kata palang merah.
(2)Lambang palang merah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Bagian Ketiga
Penggunaan

Paragraf 1
Tanda Pelindung

Pasal 10
Lambang palang merah sebagai Tanda Pelindung dipakai oleh Satuan Kesehatan TNI pada masa Konflik Bersenjata.

Pasal 11
(1) Penggunaan lambang palang merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 hanya dipakai oleh:
a. personel;
b. rohaniwan yang diperbantukan;
c. sarana transportasi kesehatan; dan
d. kemudahan dan peralatan kesehatan, pada Satuan Kesehatan Tentara Nasionai Indonesia.
(2) Selain dipakai oleh Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia, Tanda Pelindung pada masa Konflik Bersenjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sanggup dipakai oleh:
a. PMI yang diperbantukan pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia;
b. tenaga kesehatan sipil;
c. rumah sakit sipil; dan
d. sarana transportasi kesehatan sipil.
(3) Penggunaan lambang palang merah sebagaimana dimaksud pada ayal (2) abjad b, abjad c, dan abjad d sanggup dilakukan sesudah mendapat izin Panglima Tentara Nasional Indonesia.
(4) Tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Pasal 12
Penggunaan Lambang palang merah sebagai Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) sanggup juga dipakai pada masa damai.

Pasal 13
(1) Tanda Pelindung yang dipakai oleh Satuan Kesehatan TNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)  abjad a dan abjad b, serta selain Satuan Kesehatan TNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) abjad a dan abjad b terdiri atas:
a. kartu identitas;
b. tanda pelindung dada; dan
c. ban lengan, yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.
(2) Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipakai selama bertugas.
(3) Bentuk dan tata cara penggunaan Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Paragraf 2
Tanda Pengenal

Pasal 14
Lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal dipakai oleh:
a. Satuan Kesehatan TNI pada masa damai; dan
b. PMI pada masa tenang dan masa Konflik Bersenjata.

Pasal 15
Lambang paiang merah sebagai Tanda Pengenal pada masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sanggup dipakai oleh unit kesehatan non-PMI dalam fungsinya untuk pertolongan pertama secara temporer sesudah mendapat persetujuan tertulis dari Pengurus Pusat PMI.

Pasal 16
(1) PMI memakai lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal untuk mendukung:
a. Kegiatan Kemanusiaan; dan
b. penyebarluasan aturan humaniter internasional.
(2) Selain untuk mendukung aktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PMI memakai lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal untuk sarana transportasi kesehatan serta barang proteksi lainnya yang diberikan kepada korban Konflik Bersenjata dan korban bencana.

Pasal 17
(1) Lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal dipakai sebagai tanda:
a .keterlekatan;
b. dekoratif; dan
c. asosiatif.
(2) Tanda asosiatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad c sanggup dipakai sesudah mendapat persetujuan tertulis dari Pengurus Pusat PMI.

Pasal 18
(1) Tanda Pengenal yang dipakai oleh Satuan Kesehatan TNI sebagaimana dimaksud daiam Pasal 14 abjad a terdiri atas:
a. identitas;
b. ban lengan; dan/atau
c. tanda lain, yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.
(2) Tanda Pengenal yang dipakai oleh PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 abjad b terdiri atas:
a. kartu identitas;
b. bendera PMI; dan
c. tanda lain, yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat PMI.

Pasal 19
(1)Tanda Pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 abjad b sanggup dipakai pada ketika terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan, tetapi tidak ibarat Tanda Pelindung.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanda Pengenal yang dipakai pada ketika terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PENGGUNAAN LAMBANG
KEPALANGMERAHAN INTERNASIONAL

Pasal 20
Dalam masa damai, petugas Komite Internasional Palang Merah, petugas Federasi Internasional Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta perhimpunan nasional Kepalangmerahan negara lain yang dalam me njalankan tugasnya memakai Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal wajib membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh organisasinya masing-masing dan dikoordinasikan oleh PMI.

Pasal 21
Dalam hal terjadi Konflik Bersenjata, para pihak yang terlibat dalam pertikaian wajib menghormati dan/atau memperlihatkan pelindungan kepada objek yang memakai Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pelindung sesuai dengan ketentuan aturan humaniter internasional.

BAB V
PALANG MERAH INDONESIA

Bagian Kesatu
Tugas

Pasal 22
PMI bertugas:
a. memperlihatkan bantuankepada korban Konflik Bersenjata, kerusuhan, dan gangguan keamanan lainnya;
b. memperlihatkan pelayanan darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. melaksanakan pembinaan relawan;
d. melaksanakan pendidikan dan pembinaan yang berkaitan dengan Kepalangmerahan;
e. menyebarluaskan warta yang berkaitan dengan aktivitas Kepalangmerahan;
f. membantu dalam penanganan musibah dan/atau tragedi di dalam dan di luar negeri;
g. membantu pemberian pelayanan kesehatan dan sosial; dan
h. melaksanakan kiprah kemanusiaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah.

Bagian Kedua
Lambang PMI

Pasal 23
(1) Lambang PMI berbentuk palangmerah yang dilingkari garis merah berbentuk bunga melati berkelopak 5 (lima) di atas dasar putih.
(2) Bentuk lambang PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 24
Lambang PMI hanya dipakai oleh personel, unit pelaksana teknis, kemudahan dan peralatan kesehatan, bangunan, sarana transportasi kesehatan, serta sarana lain yang berkaitan dengan aktivitas PMI.

Pasal 25
(1) Lambang PMI hanya sanggup dipakai oleh pihak lain untuk tujuan yang mendukung aktivitas Kepalangmerahan sesudah mendapat persetujuan Pengurus Pusat PMI.
(2) Dalam hal pihak lain memakai Lambang PMI bersama dengan logo atau merek suatu produk barang atau jasa untuk kepentingan mendukung aktivitas Kepalangmerahan, persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat PMI.

Bagian Ketiga
Organisasi

Pasal 26
PMI terdiri atas:
a. PMI Pusat;
b. PMI Provinsi;
c. PMI Kabupaten/kota; dan
d. PMI Kecamatan.

Pasal 27
(1) PMI Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 abjad a berkedudukan di ibukota negara dan mempunyai wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia.
(2) PMI Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 abjad b berkedudukan di ibukota provinsi mempunyai wilayah kerja mencakup wilayah provinsi.
(3) PMI Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 abjad c berkedudukan di ibukota kabupaten/kota mempunyai wilayah kerja mencakup wilayah kabupaten/kota.
(4) PMI Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 abjad d berkedudukan di kecamatan mempunyai wilayah kerja mencakup wilayah kecamatan.

Pasal 28
Ketentuan mengenai struktur organisasi, kepengurusan, unit pelaksana teknis, wewenang, tanggung jawab PMI, serta tata cara penggunaan lambang PMI ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PMI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Kerja Sama dan Koordinasi

Pasal 29
(1)Dalam melaksanakan kiprah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, PI|vII bekerja sarna dan berkoordinasi dengan organisasi internasional dan organisasi nasional yang bergerak di bidang kemanusiaan serta instansi pemerintah terkait.
(2)Kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Pendanaan

Pasal 30
(1) Pendanaan PMI sanggup diperoleh dari:
a. bantuan masyarakat yang tidak mengikat; dan
b. sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan Pemda sanggup memperlihatkan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 31
(1)Pengelolaan pendanaan PMI dilaksanakan secara transparan, tertib, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengelolaan pendanaan PMI diaudit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 32
Peran serta masyarakat dalam aktivitas Kepalangmerahan sanggup dilakukan dengan cara:
a.memberikan proteksi tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana;
b.mengawasi aktivitas Kepalangmerahan;
c.memberikan masukan terhadap kebijakan Kepalangmerahan; dan
d.menyampaikan warta dan/atau laporan penyalahgunaan lambang dan nama Kepalangmerahan.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 33
Pemerintah Pusat, Pemda Provinsi, dan Pemda KabupatenlKota sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas Kepalangmerahan.

Pasal 34
Untuk meningkatkan kiprah serta masyarakat dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, pemerintah berkewajiban melaksanakan pembinaan terhadap orang perseorangan, kelompok orang, dan organisasi atau forum kemanusiaan iainnya yang terdaftar.

Pasal 35
Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Ketua Umum PMI melaporkan aktivitas Kepalangmerahan kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau secara insidental.

BAB VIII
LARANGAN

Pasal 36
(1) Setiap Orang dihentikan memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung selain sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang dihentikan menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan seagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan untuk mempeoleh laba pribadi.
(3) Setiap Orang dihentikan memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu tubuh aturan tertentu atau organisasi tertentu dan/atau memakai Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial.
(4) Setiap Orang dihentikan menjiplak atau memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang berdasarkan bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya sanggup menjadikan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI, kecuali lambang yang telah diatur dalam aturan internasional.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 37
Setiap Orang yang dengan sengaja memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 38
Setiap Orang yang menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan untuk memperoleh laba langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 39
(1)Setiap Orang yang memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu tubuh aturan tertentu atau organisasi tertentu dan/atau memakai Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling usang 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)Selain pidana pokok yang dijatuhkan, pelaku sanggup dikenai pidana komplemen berupa penarikan produk barang yang beredar dari peredaran.

Pasal 40
Setiap Orang yang menjiplak atau memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang berdasarkan bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya sanggup menjadikan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (a) dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 41
Pada ketika Undang-Undang ini mulai berlaku, penggunaan Lambang Kepalangmerahan yang telah dipakai oleh Setiap Orang yang tidak berhak berdasarkan Undang-Undang ini wajib diganti dalam waktu paling usang 2 (dua) tahun terhitung semenjak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada ketika Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI berdasarkan Undang-Undang ini;
b.PMI sebagaimana dimaksud dalam abjad a menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 43
Organisasi kemanusiaan lain tetap sanggup melaksanakan Kegiatan Kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 44
Pada ketika Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Kepalangmerahan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 45
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling usang 1 (satu) tahun terhitung semenjak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 46
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY




Catatan :
Untuk mengunduh atau download berkas dari file Salinan UU Nomor 1 Tahun 2018 dengan format pdf silahkan download di https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/60518/UU%20Nomor%201%20Tahun%202018.pdf



PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2018
TENTANG
KEPALANGMERAHAN

I. UMUM

Salah satu tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ialah ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara yang sanggup dipakai untuk mendukung ketertiban dunia ialah melalui penyelenggaraan Kepalangmerahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Penyelenggaraan Kepalangmerahan merupakan salah satu pelaksanaan perikemanusiaan yang adil dan beradab, wajib mendapat pelindungan. Pelindungan tersebut, terutama untuk menjamin penggunaan Lambang Kepalangmerahan oleh pihak-pihak yang melaksanakan penyelenggaraan Kepalangmerahan.

Secara internasional, Konvensi Jenewa telah memutuskan tanda pembeda yang dipakai oleh para petugas penolong korban peperangan, yaitu dalam:
a.Konvensi Jenewa I Tahun 1949;
b.Konvensi Jenewa II Tahun 1949;
c.Protokol Tambahan I Tahun 1977;
d.Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX Tahun 1965;dan
e.Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional Tahun 1991.
Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan.
Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh kurang lebih 192 negara, termasuk Indonesia melalui pengesahan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 wacana Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Konvensi tersebut tidak memperlihatkan pengakuan terhadap peperangan, tetapi untuk memutuskan ketentuan yang harus ditaati oleh negara-negara untuk mengurangi penderitaan akhir perang.

Pengaturan penggunaan Lambang Kepalangmerahan dalam sebuah Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan aturan masyarakat yang mendesak untuk diimplementasikan alasannya ialah pada ketika ini penggunaan Lambang Kepalangmerahan di Indonesia rancu dan tidak sanggup dipastikan bahwa lambang tersebut sebagai tanda pembeda bagi petugas dan sarana relawan kemanusiaan tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh Konvensi Jenewa Tahun 1949.

Perlunya pertimbangan untuk memakai satu lambang sesuai dengan hasil pertemuan pertemuan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di Wina Tahun 1965 dan direvisi oleh Dewan Delegasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Budapest Tahun 1991. Kedua pertemuan telah menghasilkan pengaturan penggunaan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional (Regulation on the Use of Emblem of the Red Cross or the Red Crescent by the National Societies).

Penyelenggaraan Kepalangmerahan berdasarkan Konvensi dilaksanakan oleh PMl. Perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI berdasarkan Undang-Undang ini dan menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam penyelenggaraan Kepalangrnerahan, Pemerintah Pusat dan Pemda melaksanakan koordinasi dan melindungi terhadap penyelenggaraan Kepalangmerahan yang dilaksanakan oleh PMI.

II.PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2
Dalam ketentuan ini penyelengga­raan Kepalangmerahan oleh pemerintah diubahsuaikan dengan kiprah dan fungsi kementerian/lembaga.

Pasal 3
Yang dimaksud dengan "penyelengga­raan Kepalangmerahan dalam masa damai" antara lain ialah aktivitas penanggulangan akhir tragedi alam, pengungsian, dan pemberian proteksi kemanusiaan, serta pencarian dan pertolongan korban.

Yang dimaksud dengan "penyelengga­raan Kepalangmerahan dalam masa Konflik Bersenjata" antara lain ialah melindungi dan menolong korban perang, merawat orang yang sakit dan terluka, serta melaksanakan Kegiatan Kemanusian terkait dengan perdamaian dunia.

Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan "prinsip kemanusiaan" ialah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan dalam hal memperlihatkan proteksi tanpa diskriminasi kepada para korban perang, mencegah, dan mengurangi penderitaan insan di mana pun dengan memanfaatkan kemampuannya, baik secara nasional maupun internasionai. Tujuannya ialah untuk melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin penghargaan bagi insan dengan mengedepankan saling pengertian, persahabatan, kolaborasi dan perdamaian infinit di antara umat manusia.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "prinsip kesamaan" ialah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan menyamakan dan tidak membedakan atas dasar kebangsaan, ras, agama, status, ataupun pandangan politik. Tujuannya meringankan penderitaan individu dan hanya membedakan korban berdasarkan keadaan kesehatannya sehingga prioritas diberikan kepada korban yang keperluannya paling mendesak.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "prinsip kenetralan" ialah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan dalam rangka menjaga kepercayaan para pihak dengan tidak berpihak di dalam perselisihan atau terlibat dalam kontroversi yang bersifat politis, rasial, keagamaan, atau ideologis.

Huruf d
yang dimaksud dengan "prinsip kemandirian" ialah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan yang mandiri. Perhimpunan Nasional, yang melaksanakan jasa-jasa kemanusiaan dan membantu Pemerintah Pusat dan Pemda serta tunduk pada aturan nasional di negaranya, harus selalu mempertahankan kemandiriannya sehingga mereka setiap ketika sanggup bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip Gerakan.

Huruf e
yang dimaksud dengan "prinsip kesukarelaan" ialah prinsip yang menekankan Kegiatan Kemanusiaan bersifat sukarela dan tidak bermaksud sama sekali untuk mencari keuntungan.

Huruf f
Yang dimaksud dengan "prinsip kesatuan" ialah hanya sanggup didirikan satu perhimpunan palang merah atau bulan sabit merah nasional di dalam suatu negara. Palang merah atau bulan sabit merah tersebut harus terbuka bagi semua orang dan harus melaksanakan pelayanan kemanusiaannya di seluruh wilayah negara.

Huruf g
Yang dimaksud dengan "prinsip kesemestaan" ialah anggota-anggota gerakan Kegiatan Kemanusiaan diakui di seluruh negara. Masing-masing negara mempunyai status atau kedudukan yang sama dan membuatkan tanggung jawab dan kewajiban yang sama guna saling membantu di seluruh dunia.


Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "personel" ialah orang perseorangan, baik anggota TNI maupun pegawai negeri sipil yang bertugas pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "rohaniwan" ialah pemuka agama atau anggota TNI yang alasannya ialah keahlian dan pengetahuannya memperoleh kiprah dalam melaksanakan pelayanan kerohanian sesuai dengan agama yang dianut.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "tenaga kesehatan sipil" ialah tenaga kesehatan selain tenaga kesehatan pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "rumah sakit sipil" ialah rumah sakit di luar rumah sakit Tentara Nasional Indonesia, termasuk rumah sakit Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Huruf d
Cukup jelas.


Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "hukum humaniter interna­sional" ialah aturan yang mengatur pelindungan korban perang yang mencakup Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa, berikut yurisprudensi, perjanjian, dan aturan kebiasaan internasional.
 
Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tanda keterlekatan", contohnya ialah pada lencana atau plat nomor kendaraan yang hanya boleh dikenakan pada personel dan barang milik PMI.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "tanda dekoratif', contohnya ialah pada medali atau pamflet dan spanduk, hanya boleh dicantumkan oleh PMI sesuai dengan tujuan kegiatannya.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "tanda asosiatif", ialah lambang yang tampak pada pos pertolongan pertama pada kecelakaan, contohnya di pinggir jalan, di dalam stadion, atau ruang publik lainnya, atau pada sarana transportasi bukan milik PMI, tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit.


Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "tanda lain", antara lain topi, rompi, jaket, dan helm.
 
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "tanda lain", antara lain topi, rompi, jaket, dan helm.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Yang dimaksud dengan "objek" ialah tenaga kesehatan dan rohaniwan Tentara Nasional Indonesia, personel PMI, tenaga kesehatan dan rohaniwan sipil, organisasi kemanusiaan lain, sarana dan tranportasi kesehatan, serta kemudahan dan peralatan kesehatan.

Pasal 22
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Dalam ketentuan ini pelayanan darah yang dilakukan oleh PMI melalui Unit Donor Darah (UDD) PMI.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "organi­sasi internasional", antara lain Komite Internasional Paiang Merah dan Federasi Internasional Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "lambang yang telah diatur dalam aturan internasional" antara lain tanda palang merah yang dipakai pada lambang obat narkotika.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas


Baca:





LAMPIRAN I


LAMBANG PALANG MERAH
 bahwa aktivitas kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan negara dalam melindungi segena UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG KEPALANGMERAHAN


Penjelasan:
1.Umum
a.Tanda palang berwarna merah di atas dasar warna putih.
b.Ukuran panjang palang horizontal sama dengan panjang palang vertikal.
2.Perbandingan ukuran
a.Ukuran jarak antara titik-titik:
a hingga dengan b = b hingga dengan c = c hingga dengan d = d hingga dengan e = e hingga dengan f = f hingga dengan g hingga dengan h = h hingga dengan i = i hingga dengan j = j hingga dengan k = k hingga dengan l = l hingga dengan a.

b.Apabila ditarik garis imajiner dari titik-titik: l hingga dengan c; c hingga dengan. f; f hingga dengan i; i hingga dengan l; seolah-olah diperoleh 5 (lima) buah bujur kandang yang sama.



LAMPIRAN II


LAMBANG PALANG MERAH INDONESIA 
 bahwa aktivitas kemanusiaan berupaya untuk mendukung tujuan negara dalam melindungi segena UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG KEPALANGMERAHAN


Penjelasan:
1.Umum
Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah dan terletak di atas dasar warna putih. 2.Perbandingan ukuran
a.Perbandingan ukuran Palang Merah sama mirip pada ketentuan Lampiran I;
b.Lingkaran Bunga dibentuk dengan menggabungkan 5 (lima) buah busur dan lingkaran lingkaran mirip membentuk gambar bunga berkelopak lima;
c.Perbandingan antara lebar bidang palang dan kontur bunga (A:B) ialah 5:1.

Sumber https://cgtrend.blogspot.com/